Catatan Akhir ‘Ibu’

Ini cerita dari dunia belahan barat. Sebuah lembaga bahasa Inggris mengadakan survey. Ribuan orang diminta memilih satu kata yang menurut mereka paling indah. Mungkin kalian akan menebak, bahwa kata itu adalah ?love?. Salah. Hasil survey menunjukkan bahwa urutan pertama kata-kata yang paling indah adalah ?mother?.
Ini kisah dari dunia belahan timur. Untuk menunjuk pusat dari suatu wilayah atau negara, dinamakan ?ibu kota?. Sebutan lain jari yang paling gede, ?ibu jari?. Tumpah darah kita panggil dengan ?ibu pertiwi?. Naik ke tataran yang lebih tinggi. Ada ?ummul kitab? (ibu dari sebuah kitab), nama lain surat al-fatihah. Di mana letak surga? Di bawah kaki ?ibu?. Ketika Nabi Muhammad ditanya kepada siapa kita mesti berbakti? Tiga kali Nabi menjawab: ?ibumu?

Para motivator tahu. Untuk menguras emosi dan melelehkan air mata, cukup dengan menggambarkan kasih sayang dan pengorbanan ?ibu?. Pengalaman saya mengajar bahasa Indonesia, ?ibu? adalah tema favorit puisi para murid.

Singkat kata, tak ada kehidupan tanpa ?ibu?. Begitu sentral peran ibu. Dari Kanjeng Nabi Muhammad ada ungkapan mendalam, ?An-nisaa?u imaadul bilad ? perempuan (para ibu & calon ibu) adalah tiang negara?. Bila negara ini runtuh, mulai dari politik-ekonomi sampai moral, mungkin karena tiangnya sudah tidak ada. Atau ada, tapi sangat keropos.

Dari Mahatma Gandhi ada pelajaran penting, ?Women is mother of the man ? Perempuan adalah ibu seorang pemimpin.? Jika sekarang kita bingung memilih dan mencari pemimpin sejati, barangkali karena para ?ibu? sudah tinggal nama. Yang ada hanyalah manusia berjenis kelamin perempuan.

Ibu bagi saya adalah sifat, karakter, dan kepribadian. Pertama, ia memang terkait tugas-tugas kodrati seperti mengandung, melahirkan, dan menyusui. Sisi lahiriah. Tapi itu baru satu sisi. Sisi lain, yang justru paling penting adalah tugas-tugas kehidupan yang ia emban. Merawat, melindungi, mendidik, mengasuh dengan pelukan kasih sayang, cinta, care, kelembutan, gati, kelapangan hati, dan juga pemaafan. Sisi rohaniah atau batiniah. Ibu, ibarat sekeping logam dengan dua sisi yang tak terpisahkan. Itulah ibu yang utuh. Padu. Lengkap.

Mengamati fenomena kehidupan anak-anak dan remaja sekarang, saya jadi bertanya, apakah mereka memiliki ibu yang utuh? Secara lahiriah, insyallah, iya. Kecuali mereka yang ibunya telah berpulang. Lantas secara rohaniah?

Pembuktian paling mudah adalah dengan siapa seorang anak/remaja nyaman curhat tentang masalah-masalahnya? Dan hampir kebanyakan, tidak ada yang bercurhat-ria dengan ibunya. Teman curhat mereka adalah teman & orang lain. Bukankah ini bukti nyata terputusnya hubungan ibu secara batiniah dengan anak-anaknya. Kehadiran ibu tak lebih secara fisik, materi, dan finansial. Saya sering mengistilahkan, orangtua (ibu) = ATM. Ditemui bila ada yang dimaui. Nyaris tak ada komunikasi dari hati ke hati.

Sehari dalam setahun, ada sehari khusus yang didedikasikan untuk para ibu. Maknanya tentu dalam. Namun, dari sekian yang bisa direnungi, semakin pudarnya nilai-nilai ibu sebagai penyangga kelangsungan kehidupan ini. Di pundak perjuangan ibu, tegaknya suatu bangsa diletakkan. Dari rahim cinta ibu, seorang pemimpin dirindukan.

Bila sekarang, sudah demikian jauh jarak antara ibu ?rohaniah? dengan anak-anaknya, sulit membayangkan, bagaimana mereka kelak menjadi ibu bagi generasi berikutnya. Saya kira, disinilah sedikit peran yang bisa saya lakukan. Sebagai ibu lahiriah, tentu mustahil bagi saya. Tapi, bila ?ibu? bisa dimaknai sebagai sifat dan karakter, saya akan belajar mengayomi, melindungi, mengasihi, mendidik, memaafkan, mempedulikan, dan juga mendengarkan keluh-kesah mereka.

Ibu

Hadi S. Khuly