Topik Apik “Refleksi Maulid Nabi’

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.
(QS. Al-Ahzaab (33) : 21)

Sebagai seorang muslim, Nabi Muhammad Saw. adalah pokok kedua yang wajib dicintai setelah Allah Swt. Bahkan, dalam Al-Quran, statemen mencintai Allah bergandengan dengan mencintai Nabi. Tak mungkin mencintai Allah tanpa mencintai Rasulullah. Mustahil bisa mencintai Rasul bila tidak mencintai Allah Swt. Seperti dua syahadat kita: syahadat tauhid dan syahadat Rasul.

Ihwal keagungan dan keberpengaruhan Nabi Muhammad sebagai pribadi sudah lama diterima dan diakui oleh dunia. Akhir 1970-an, Michael H. Hart merilis sebuah buku, yang memancing perdebatan panjang hingga sekarang. Dari 100 tokoh dunia yang menurutnya paling berpengaruh dalam sejarah, Hart meletakkan Nabi Muhammad diurutan wahid. Bagaimana mungkin seorang yang berlatar pendidikan, budaya, sosial dan agama Barat, menomorsatukan nabinya umat Islam. Tentu, dengan atau tanpa kajian Hart tersebut, tidak akan pernah mengurangi keagungan pribadi Nabi, yang digambarkan AL-Quran sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Bagi umat muslim, Rabi?ul Awal merupakan bulan yang istimewa. Karena di dalamnya ada satu tanggal yang sangat spesial. 12 Rabi?ul Awal diingat oleh seluruh umat sebagai hari ulang tahunnya (maulid) Nabi Muhammad Saw. Nabi sendiri dalam hidupnya tidak pernah mengadakan peringatan maulidnya sendiri. Itu sebabnya, ada sebagian kelompok yang menganggap maulid Nabi sebagai bid?ah. Namun, sebagian membolehkan. Kami tidak ingin masuk dalam perdebatan tersebut. Yang lebih urgen, menurut kami adalah ?bagaimana cara memperingati maulid Nabi?, bukan ?apa hukum memperingati maulid Nabi?

Mengenal Pribadi Nabi

Sudahkah kita mengenal Nabi Muhammad secara dekat? Seberapa banyak yang kita tahu tentang kehidupan Nabi? Jangan-jangan kita lebih mengenal artis atau penyanyi idola kita ketimbang Nabi kita sendiri. Ironis memang. Namun inilah faktanya.

Ayat di atas menegaskan bahwa dalam diri Rasul ada teladan yang baik (uswatun hasanah) bagi orang yang mengharapkan rahmat dari Allah. Jadi, kalau kita menginginkan hidup kita dilimpahi rahmat Allah, kita mesti meneladani Nabi Muhammad Saw. Masalahnya, bagaimana kita mau mengikuti Nabi, sedangkan kita tidak tahu siapa sosok yang diikuti? Surat Ad-Dhuha ayat 6 & 8, setidaknya memberikan gambaran gamblang siapa sebenarnya Nabi kita tercinta ini.

Pertama, dalam ayat 6, Allah berfirman : ?Bukankah Dia mendapatimu sebagai yatim, lalu Dia melindungimu.? Kita semua tahu, Nabi Muhammad sudah yatim sejak belum lahir. Saat masih muda belia, sang ibu meninggal. Nabi Muhammad sangat mengerti kondisi, emosi, perasaan, dan situasi menjadi anak-anak yatim. Oleh karena itu, Nabi sangat peduli dengan anak-anak yatim. Dalam salah satu hadisnya, Rasul bersabda,?Saya dan orang-orang yang peduli dengan anak-anak yatim akan tinggal berdekatan di surga.? Sungguh luar biasa, balasan orang-orang memperhatikan kehidupan anak-anak yatim.

Ayat ini mengandung pelajaran, kalau kita ingin dekat dengan Nabi, maka kita juga mesti dekat (peduli) dengan anak-anak yatim. Tengok di sekitar kita. Pastilah ada anak-anak yatim. Sudahkah mereka kita santuni? Seberapa besar kita peduli dengan mereka? Jika kita telantarkan mereka berarti kita menjauh dari Rasulullah. Jauh dari Rasul berarti jauh dari Allah. Lantas bagaimana mengharapkan rahmat bila jauh dari Allah? Bukti kecintaan kita kepada Rasul dibuktikan dengan kecintaan kita kepada anak-anak yatim.

Kedua, di ayat 8 Allah berfirman : ?Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.? Kata ?ailan dapat diartikan sebagai orang yang butuh, apapun penyebabnya.
Sejak kecil Nabi hidup dalam kekurangan (finansial). Sewaktu remaja Nabi pernah bekerja sebagai penggembala domba. Beranjak muda, beliau ikut pamannya berdagang. Pengalaman hidup kekurangan membekas dalam diri Nabi. Untuk itu ia bertekad agar berhasil. Dan memang Nabi berhasil dalam bisnis. Namun kesuksesan Nabi tidak lantas membuatnya lalai dengan orang-orang yang membutuhkan bantuan. Bagi Nabi, kesuksesan yang diperoleh harus dipergunakan untuk membantu orang lain agar menjadi sukses.

Kesuksesan bisnis Nabi didasari karakater utama, seperti kejujuran, pelayanan yang unggul, kepuasan pelanggan, strategi yang cerdas, serta persaingan yang sehat.

Ayat ini memberikan hikmah, bahwa kita mesti berusaha dan punya tekad untuk berhasil. Keberhasilan akan diraih apabila didasari dengan karakter mulia. Kesuksesan yang diperoleh tidak semata untuk kepentingan pribadi. Dengan kesuksesan yang dimiliki, seseorang bisa lebih banyak membantu orang-orang yang membutuhkan.

Demikianlah gambaran pribadi Nabi Muhammad Saw yang sudah sepatutnya kita ketahui, ikuti, dan teladani.
Maulid Nabi di AL-Anwar

Sebagai lembaga pendidikan Islam, Al-Anwar sangat memedulikan pembentukan karakter-karakter mulia para siswa. Maulid Nabi menjadi momentum yang tepat untuk pendidikan karakter, mencintai Nabi, dan sarana berbagi dan belajar.

Untuk itu, dalam peringatan maulid, Al-Anwar menggelar serangkaian kegiatan. Para siswa diajak berpartisipasi memberikan santunan berupa minyak goreng dan gula kepada para fakir miskin. Selain itu, nanti juga akan santunan kepada anak-anak yatim. Selain itu, ada pasar murah sembako dan penjualan pakaian layak pakai. Untuk mendidik jiwa enterpreuner para siswa mengadakan bazaar makanan dan minuman.
Ini langkah ?kecil? yang dilakukan Al-Anwar. Bukankah langkah besar dimulai dari langkah kecil. Semoga kegiatan maulid ini membawa manfaat, inspirasi, dan hikmah. (hsk)